Infrastruktur
Infrastruktur merupakan
prasyarat utama untuk pertumbuhan jangka panjang dan menjadi salah satu faktor
penting penentu daya saing suatu negara. Namun di banyak negara berkembang,
investasi pemerintah dalam bidang infrastruktur tidak menunjukkan perkembangan
yang stabil. Pada saat keuangan negara mengalami tekanan, pemerintah cenderung
mengurangi anggaran untuk program pembangunan infrastruktur daripada mengurangi
anggaran “rutin”, seperti belanja barang, dll.
Indonesia tidak terkecuali, pembangunan infrastruktur
mengalami penurunan ketika pemulihan krisis 1997/98 mengharuskan pemerintah
untuk melakukan pengetatan anggaran pembangunan, dan ini terus berkelanjutan.
Pembiayaan pembangunan infrastruktur tidak sebesar era sebelum krisis, karena
ruang fiskal pemerintah yang masih terbatas. Sementara sektor swasta yang
diharapkan mengisi kekosongan dalam pembiayaan infrastruktur masih belum
terwujud. Hampir separoh investasi swasta dunia dalam bentuk kerjasama pemerintah-swasta
(public-private partnership, PPP) ternyata lebih memilih negara-negara Amerika
Latin yang telah lebih siap, seperti Argentina, Brazil, Chile, Kolombia, Peru,
dan Meksiko; selebihnya ke negara-negara lain, termasuk Asia dan Afrika.
Indonesia belum mendapat banyak bagian dari investasi asing, mereka cenderung
memilih negara-negara ASEAN lain seperti Malaysia atau Vietnam.
Keterbatasan infrastruktur merupakan penyebab dari
rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia (jauh lebih rendah dibandingkan China
dan India yang sekitar 9-10%). Kualitas infrastruktur di Indonesia yang rendah
menyebabkan biaya logistik tinggi dan pola perdagangan internasional tidak
efisien serta perdagangan domestik tidak merata. Pada gilirannya hal ini
menyebabkan terjadinya perbedaan harga komoditas yang cukup besar antara satu
daerah dengan daerah lain. Kondisi infrastruktur yang kurang baik dan tidak
merata menyebabkan inflasi tinggi karena biaya transportasi bertambah, dengan
dampak negatif pada daya saing produk industri. Tingkat kemiskinan yang tinggi
juga disebabkan oleh kondisi infrastruktur yang terbatas.
Indonesia tidak terkecuali,
pembangunan infrastruktur mengalami penurunan ketika pemulihan krisis 1997/98
mengharuskan pemerintah untuk melakukan pengetatan anggaran pembangunan, dan
ini terus berkelanjutan. Pembiayaan pembangunan infrastruktur tidak sebesar era
sebelum krisis, karena ruang fiskal pemerintah yang masih terbatas. Sementara
sektor swasta yang diharapkan mengisi kekosongan dalam pembiayaan infrastruktur
masih belum terwujud. Hampir separoh investasi swasta dunia dalam bentuk
kerjasama pemerintah-swasta (public-private partnership, PPP) ternyata lebih
memilih negara-negara Amerika Latin yang telah lebih siap, seperti Argentina,
Brazil, Chile, Kolombia, Peru, dan Meksiko; selebihnya ke negara-negara lain,
termasuk Asia dan Afrika. Indonesia belum mendapat banyak bagian dari investasi
asing, mereka cenderung memilih negara-negara ASEAN lain seperti Malaysia atau
Vietnam.Keterbatasan infrastruktur merupakan penyebab dari rendahnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia (jauh lebih rendah dibandingkan China dan India
yang sekitar 9-10%). Kualitas infrastruktur di Indonesia yang rendah
menyebabkan biaya logistik tinggi dan pola perdagangan internasional tidak
efisien serta perdagangan domestik tidak merata. Pada gilirannya hal ini
menyebabkan terjadinya perbedaan harga komoditas yang cukup besar antara satu
daerah dengan daerah lain. Kondisi infrastruktur yang kurang baik dan tidak
merata menyebabkan inflasi tinggi karena biaya transportasi bertambah, dengan
dampak negatif pada daya saing produk industri. Tingkat kemiskinan yang tinggi
juga disebabkan oleh kondisi infrastruktur yang terbatas.
Peringkat Infrastruktur|
Menurut Global Competitiveness Report 2010-2011 (WEF, 2010), Indonesia menempati peringkat ke 82 dari 139 negara dalam pilar infrastruktur, salah satu dari 12 pilar daya saing yang diukur. Dibandingkan dengan negara-negara sekelas, Indonesia masih tertinggal jauh, antara lain: Malaysia (30), Thailand (35), Turki (56), Brazil (62) dan Meksiko (75). Indonesia nyaris disusul oleh Vietnam, yang berada satu tingkat dibawah peringkat Indonesia (83). Negara-negara maju menunjukkan peringkat infrastruktur yang lebih baik. Lima peringkat teratas adalah: Hong Kong, Jerman, United Arab Emirates, Prancis, dan Singapura.
Peringkat Indonesia dalam rincian kualitas
infrastruktur juga berada pada posisi relatif rendah. Peringkat lebih buruk ada
pada kualitas infrastruktur kereta api, kualitas pasokan listrik dan
pelanggan telpon gerak, masing-masing peringkat ke 96, 97 dan 98. Indonesia
menunjukkan peringkat yang relatif baik pada kualitas infrastruktur
transportasi udara, yang menempati peringkat ke 21.
Peringkat Indonesia dalam Kualitas Infrastruktur
Rincian
|
Peringkat
|
Pilar Infrastruktur
|
82
|
Kualitas Infrastruktur Umum
|
90
|
Kualitas Jalan
|
84
|
Kualitas Infrastruktur
Kereta Api
|
96
|
Kualitas Infrastruktur
Pelabuhan
|
56
|
Tempat Duduk Pesawat
|
69
|
Kualitas Infrastruktur
Transportasi Udara
|
21
|
Kualitas Pasokan Listrik
|
97
|
Sambungan Telpon Tetap
|
82
|
Pelanggan Telpon Gerak
|
98
|
Sumber: World Economic Forum, The Global
Competitiveness Report 2010-2011.
Penilaian di atas sesuai dengan kenyataan yang
dirasakan banyak orang. Angkutan darat terkendala oleh kondisi jalan yang
buruk. Peran kereta api masih sangat terbatas, terutama untuk angkutan barang.
Jaringan kereta api juga belum menyebar ke pulau-pulau besar, baru tersedia di
Jawa dan sebagian Sumatera. Sungai-sungai besar di Sumatera dan Kalimantan
belum dimanfaatkan secara maskimal untuk angkutan barang dan penumpang.
Pelabuhan laut dan bandar udara mengalami kesesakan dengan cepat setelah belum
lama diperbesar. Kebutuhan listrik masih belum terpenuhi di berbagai daerah.
Perkembangan layanan telpon cukup signifikan, namun dibandingkan dengan jumlah
penduduk keseluruhan, masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lain.
Negara Lain
Keterbatasan infrastruktur juga dialami oleh negara lain, dan berbagai program dilakukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Brazil misalnya, meluncurkan program Growth Acceleration Program (PAC) pada tahun 2007, dengan menganggarkan dana sebesar R$504 miliar selama periode 2007–10. Dana itu untuk investasi di sektor infrastruktur sosial (R$171 miliar), kelistrikan (R$275 miliar), dan logistik (R$58 miliar).
Program PAC ditujukan untuk meningkatkan cakupan dan
kualitas jaringan infrastruktur dan akses penduduk yang lebih baik untuk
layanan air bersih, sanitasi, perumahan, listrik, transportasi, dan energi.
Pada tahun 2010, pemerintah Brazil meluncurkan program PAC 2, dengan anggaran
tiga kali lipat yaitu sebesar R$1,59 triliun selama periode 2011–14. Dapat
dipastikan bahwa infrastruktur yang segera dibangun ini akan mendorong Brazil
mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi dalam beberapa tahun ke depan.
Kunci
Keberhasilan
Tantangan
membangun infrastruktur di Indonesia sangat besar mengingat celah yang lebar
antara kondisi yang ada dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Luas wilayah negara
yang besar membutuhkan infrastruktur yang berskala raksasa, melebihi kebutuhan
yang sama pada kebanyakan negara. Berbagai upaya serius perlu dilakukan
untuk benar-benar mewujudkan hadirnya infrastruktur yang merata dan berkualitas
baik.
Pembangunan
infrastruktur akan dipercepat melalui skema Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Dalam rencana ini, akan
dibangun infrastruktur yang diperlukan untuk mengembangkan potensi ekonomi di
kawasan-kawasan sepanjang enam koridor terpilih yang tersebar di seluruh
wilayah negara. Ke enam koridor ini kemudian akan terhubung dengan koridor
ASEAN, untuk mempercepat arus barang antar negara.
Skema
kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur juga akan terus
didorong. Perangkat peraturan, kelembagaan dan SDM terus disiapkan untuk
menggalang dan melayani permintaan kerjasama dengan pihak swasta. PT Sarana
Multi Infrastruktur dan Indonesia Infrastructure Financing Facilities (IIIF),
keduanya berada di bawah Kementerian Keuangan, siap melayani investor yang
memerlukan jasanya. Untuk penjaminan infastruktur, pemerintah telah membentuk
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) yang menyediakan guarantee fund
untuk investasi khusus di sektor infrastruktur.
Promosi
kepada investor asing pun sudah berkali-kali dilakukan oleh BKPM. Setiap
tahun BKPM dan KADIN menyelenggarakan International Infrastructure Conference
and Exhibition di Jakarta. Bappenas menawarkan proyek-proyek kerjasama yang
dirangkum dalam PPP Book dalam berbagai tingkat kesiapan proyek. Namun
pemerintah masih perlu terus bekerja keras melakukan promosi dan membuat
peraturan yang lebih menarik dan terprediksi, termasuk mengenai pengaturan jika
terjadi suatu risiko dan memastikan adanya perlindungan terhadap hasil
investasi.
Kunci
keberhasilan penyediaan infrastruktur yang lain adalah pembagian kewenangan dan
tanggungjawab yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah. Seluruh jalan raya
yang ada di wilayah negara sudah ditetapkan kewenangan dan kewajiban
pembangunan dan pemeliharaannya, apakah pemerintah pusat, provinsi atau
kabupaten/kota. Yang belum jelas adalah bagaimana kerjasama yang baik dilakukan
antar tingkatan pemerintahan, sehingga setiap prasarana dan sarana, siapapun
penanggungjawabnya, selalu berada dalam kondisi baik dan saling mendukung.
Kendala
pembangunan infrastruktur lain yang perlu diatasi adalah memastikan adanya
sumber pembiayaan. Untuk membangun infrastruktur, pemerintah memerlukan
anggaran yang besar. Dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%/tahun
kebutuhan dana infrastruktur diperkirakan minimal Rp 400 triliun per tahun.
Jika dikehendaki pertumbuhan yang lebih besar lagi, misalnya 8%/tahun, maka tentu
diperlukan anggaran yang lebih besar lagi. Namun sumber-sumber pembiayaan itu
sebetulnya cukup tersedia. Beberapa BUMN telah berkomitmen menyediakan
anggarannya untuk diinvestasikan di berbagai proyek infrastruktur. Kalangan
investor nasional juga berkomitmen menginvestasikan dana untuk mendukung
rencana pembangunan infrastruktur. Perusahaan swasta dapat menerbitkan obligasi
untuk membangun infrastruktur yang menguntungkan. Dana penjaminan untuk
mendukung penerbitan obligasi oleh kalangan pelaku usaha swasta juga tersedia,
melengkapi dana jaminan yang dikelola PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.
Kendala
utama pembangunan infrastruktur adalah ketidaklancaran atau kelambanan dalam
proses pengadaan lahan. Saat ini peraturan pelaksanaan proses pengadaan lahan
hampir selesai dirumuskan.
Dengan
adanya peraturan pertanahan ini diharapkan pembangunan infrastruktur dapat
lebih cepat dilakukan, dan Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dari
negara-negara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar